Dalam film, kita kerap disuguhkan dengan kisah love at first sight atau kisah pertemuan dua remaja yang dimabuk asmara. Cerita ini bukan
tentang itu. Cerita ini menggambarkan dua orang dewasa yang pernah
mengalami kegagalan dan rasa sakit dalam hidupnya. Dari pertemanan,
akhirnya timbul sebuah kenyamanan dan membuat mereka berani menjalani
hidup bersama.
The Grieve and Acceptance
Kisah ini berawal dari proses acceptance. Ikhlas
menerima takdir Tuhan dalam hidup, saat saya, Bunga, harus kehilangan
sang belahan jiwa secara mendadak. Saya menghabiskan delapan bulan
hanya berdiam diri di rumah, membatasi bertemu orang lain, fokus pada
diri sendiri dan Noah. Dalam pikiran saya saat itu, “Bagaimana cara
kami bisa melanjutkan hidup?”. Rasanya, untuk bernapas saja sudah
sulit.
Dalam proses berduka, saya didampingi oleh almarhum Reza Gunawan hingga
akhirnya saya bisa menerima keadaan bahwa orang yang saya cintai
sudah tidak ada. Yang ada saat ini adalah kenangan yang mereka
tinggalkan. Secara perlahan, saya bisa kembali menata kehidupan.
Melangkahkan kaki satu demi satu. Saya mulai bisa membuka diri,
kembali berkarya, dan membagikan cinta saya akan musik. Tentu ini
bukan hal mudah untuk dilakukan, melainkan sebuah proses yang
panjang. Perlu adanya tekad kuat dan kegigihan untuk bisa kembali
melangkah.
Namun, proses berduka juga tidak mengenal timeline
atau durasi. Bagi saya, berduka itu selamanya, hanya saja mungkin
intensitasnya yang berkurang. Saya menerima rencana Tuhan dengan
ikhlas, baik itu saya harus menjalani hidup sendirian atau
dipertemukan dengan orang baru.
Terusan Grae, Saya.
Kalung emas 16 karat Spectra 02, kalung emas 16 karat Spectra 03,
gelang emas 16 karat Geometry 01, gelang emas 16 karat Geometry 02,
gelang emas 16 karat Geometry 03, cincin emas 16 karat Spectra 01,
Noor8.
 
Ia tidak memaksa saya untuk menjadi orang lain dan bisa meyakinkan bahwa apa pun pilihan saya, ia akan selalu ada di sana.
 
When Love Comes
Jatuh
cinta bukan hal mudah bagi saya, apalagi setelah melewati trauma yang
cukup mendalam. Tidak pernah ada dalam bayangan saya untuk jatuh
cinta dengan seorang teman, apalagi dalam satu circle.
Namun, itulah yang terjadi, yang mungkin sudah jadi bagian rencana
Tuhan. Saya dan Tiko adalah teman lama sejak duduk di bangku kuliah.
Hubungan kami dilandaskan dari sebuah pertemanan yang tulus. Bahkan,
saat (almarhum) Ashraf masih ada, Tiko juga berteman dengan Ashraf
dan sesekali hang
out dengan
teman-teman lainnya. Hingga akhirnya situasi hidup berubah.
Saya kehilangan seseorang yang direnggut oleh kematian, Tiko berduka
akibat perpisahan. Mungkin alasan dan timeline-nya
berbeda, tapi kami berdua dihadapkan pada realita yang sama di mana
kami harus melepas segala impian dan harapan serta masa depan yang
sudah direncanakan sebelumnya dengan pasangan masing-masing. Kami
jadi sering sharing
tentang
pengalaman dan tantangan hidup. Dari sana, kami saling memahami luka
yang dialami satu sama lain. Luka yang hanya akan dipahami bagi
mereka yang sudah melaluinya. Di momen itulah, kami berdua sadar
bahwa ada kekuatan baru yang muncul ketika kami mulai intens
berkomunikasi. Ada perasaan saling didengarkan dan dimengerti.
Tiko brings music to my life; he makes me feel like I want to dance again.
Ia membuat saya kembali bersemangat menjalani hidup.Saya
merasa diterima sebagai manusia dengan segala masalah dan
kekurangannya. He makes me feel worthy. Ia
tahu saya adalah perempuan yang kuat dan ia tidak terintimidasi akan
hal itu. Hal penting yang saya harapkan dalam pasangan adalah saat
kita bisa menjadi partner
seimbang
dalam hidup dan saya melihat kualitas itu pada Tiko. Di lain sisi, ia
juga bisa jadi sandaran untuk saya bercerita dan menjadi rapuh. Ia
tidak memaksa saya untuk menjadi orang lain dan bisa meyakinkan bahwa
apapun pilihan saya, ia akan selalu ada di sana.
Setiap
orang punya momen pasang-surut dalam hidup. Saya melihat bahwa di
balik semua kesusahannya, Tiko punya semangat dan daya juang. Ia
masih ingin memperbaiki hidupnya agar bisa menjadi orang yang lebih
baik. Saya sendiri adalah seorang hard
worker, sehingga
kami bisa relate
di situ. Ia juga sangat paham dengan momen breakdown
yang
saya alami. Ketika rasa duka tiba-tiba hadir, ia tetap berada di sini
menemani saya sambil meyakinkan bahwa saya dan Noah tidak sendirian.
Mungkin ia tidak sepenuhnya paham tapi ia berusaha untuk memahami apa
yang saya dan Noah hadapi.
Lelaki
ini bisa menghargai proses hidup saya, seberapa besar cinta saya pada
almarhum Ashraf. Ia melihat hal itu justru sebagai sesuatu yang perlu
dikagumi. Dengan kebesaran hatinya, Tiko hadir dalam hidup saya dan
siap menerima keadaan bahwa orang yang ia cintai akan selalu
mencintai almarhum suaminya. Ia bisa mengerti kebutuhan saya dan apa
yang saya inginkan dalam hidup. That’s
what I love about him.
Terusan Grae, Saya.
(kiri) Terusan Grae, Saya.
(kanan) Terusan Grae, Saya. Kalung emas 16 karat Spectra 02, Noor8.
Frey tube top, rok Renata, Saya.
cincin emas 16 karat Geometry 02, gelang emas 16 karat Geometry 03,
gelang emas 16 karat Geometry 04, kalung emas16 karat Spectra
Signature 03, anting emas Spectra 01, Noor8.
Accepting Our Past
Menjalani hubungan sambil menyandang predikat “janda” dan “duda” pasti
ada risiko yang harus dihadapi. Ini adalah kisah cinta orang dewasa
yang mungkin jauh dari kata dreamy.
Kami
menapak dengan kesadaran bahwa perjalanan ini akan berat namun kami
memilih untuk menjalaninya bersama.
Bagi Tiko, mungkin bukan anak atau keluarga saya saja yang harus
dipikirkan, atau bahkan keluarga Sinclair yang akan selalu jadi
bagian dalam hidup kami, tapi juga seluruh masyarakat Indonesia. Ia
sadar bahwa keputusan ini akan membuatnya menjadi perhatian publik di
Indonesia dan bahkan, Malaysia. Hubungan ini pun jadi kesempatan
kedua baginya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Setiap orang pasti pernah gagal, tapi bukan berarti tidak bisa
memulai lagi.
Begitu juga sebaliknya, saya berusaha sekuat tenaga untuk bisa mengerti masa
lalu Tiko dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Jujur, butuh
waktu cukup panjang untuk membahas hal ini demi mengenal satu sama
lain dan membicarakan soal mimpi serta hambatan-hambatannya. Namun
saya sadar bahwa bersama Tiko, saya merasa pantas dicintai dan
mencintai. Dengan Tiko, saya mau kembali melanjutkan hidup; dan
dengan pengetahuan yang ada serta ekspektasi yang lebih realistis,
Insya
Allah tidak
akan membuat kesalahan yang sama.
The Sinclairs
Ketika Ashraf pergi secara mendadak, bukan berarti tanggung jawab saya
terhadap keluarganya ikut berakhir. Saya bertekad untuk terus menjaga
keluarganya. Walau saya sudah tidak bisa mengurus Ashraf lagi, tapi
saya masih bisa mengurus anak dan keluarganya. Saya adalah perempuan
beruntung yang dikelilingi oleh orang-orang berhati besar seperti
keluarga Sinclair. Mereka adalah orang-orang yang sangat baik dan
punya pemikiran yang sama, sehingga hubungan kami tetap erat.
Saat saya mengenalkan Tiko dengan keluarga Sinclair satu per satu, saya berikan
waktu dan ruang bagi mereka untuk berinteraksi sendiri tanpa ada
paksaan. Dimulai dari Aishah bersama kedua gadis kecilnya. Lucunya,
mereka langsung dekat dengan Tiko. Well, he’s really good with kids. Mungkin
dari situ juga Aishah melihat bahwa ternyata Tiko bukan hanya seru
untuk diajak hang out tapi
anak-anak juga bisa nyaman saat bersamanya. Aishah pun bisa melihat
langsung seperti apa interaksi Tiko dan Noah.
Setelah itu, saya mulai mengenalkan Tiko dengan Umi dan Daddy (orang tua
Ashraf). Saya sempat mengungkapkan pada Umi bahwa salah satu kriteria
saya untuk bisa kembali berhubungan dengan seseorang adalah jika
orang itu bisa menerima bahwa saya akan selalu mencintai Ashraf
sampai saya mati. Jadi, ketika saya bersama Tiko, berarti ia bisa
menerima bahwa saya masih memiliki rasa cinta terhadap almarhum suami
saya yang tidak akan pernah terhapuskan. Cinta ini akan selalu ada.
Umi dan Daddy pun bisa melihat betapa besar hati Tiko sehingga
menerima dan mendukung keputusan ini. Saya juga mengenalkan Tiko
dengan Adam-Yuna dan mereka pun langsung get
along. Terakhir,
saya mengenalkannya dengan Shahnaz, suami Aishah. Alhamdulillah,
keluarga
Sinclair mendukung saya untuk membuka diri. Mereka ingin saya bahagia
dan berani untuk kembali menata hidup.
The Day I Said Yes
Masih terekam dalam ingatan ketika momen bahagia itu terjadi. Ketika itu
kami sedang berada di Bali dengan keluarga besar. Saat malam tiba,
Tiko mencari waktu untuk mengobrol berdua dengan saya. Di saat
itulah, ia menyatakan keseriusannya sambil menunjukkan cincin. Saya
ingat ia bilang, “Kita tidak pernah tahu hidup akan membawa kita ke
mana. Mungkin masih ada luka yang harus kita bawa tapi dengan
melaluinya bersama, saya punya semangat untuk melanjutkan hidup dan
menjadi orang yang lebih baik. Kamu bisa terus berkembang menjadi
Bunga yang bukan hanya saya cintai tapi juga akan selalu saya dukung
dalam segala keputusan yang kamu ambil. Daripada luka dijalankan
sendiri, lebih baik kita menjalaninya bersama. Will
you marry me?”
That’s
when I said, yes.
Saat Tiko menemui Papa demi meminta izin untuk melamar saya, ia sempat bilang,
“Saya tidak ingin menggantikan Ashraf. Saya hanya ingin menemani
Bunga melanjutkan hidup untuk membesarkan Noah.” Ia juga sering
mengungkapkan dengan jelas, “Saya akan pastikan kalau Noah akan
selalu ingat akan Ashraf”.
Telling Noah
Sekitar satu tahun sepeninggalan Ashraf, saya semakin sadar bahwa manusia
hanya bisa berencana tapi Tuhan yang menentukan. Saya pernah
membicarakan kemungkinan hidup apa saja yang bisa terjadi pada Noah,
termasuk untuk membina hubungan yang baru. Saat itu, kekhawatiran
Noah adalah jika kami bertemu orang yang jahat, apalagi sampai
memukul pasangan layaknya di film. Saya pun memahami kekhawatirannya.
Sebagai single mother, pertimbangan
nomor satu adalah anak. Apalagi, ia adalah buah cinta saya
satu-satunya. Di saat saya kehilangan suami, Noah kehilangan
bapaknya. Ada banyak momen atau topik yang mungkin tidak bisa Noah
ungkapkan pada saya sebagai ibu dan baginya mungkin lebih nyaman
untuk dibicarakan pada sosok lelaki dewasa yang bisa mendengarkannya.
Kalau ada figur Bapak yang mau hadir dalam hidupnya, orang itu tentu
harus bisa connect
dan
membuat Noah merasa nyaman juga.
Saat Tiko mulai masuk ke dalam hidup saya dan Noah, saya sempat menanyakan pada Noah, “Are
you okay having him around?”.
Ia pun menjawab, “Yes, of course.” Ternyata, they enjoy each other company. Tiko
adalah pribadi yang santai sedangkan Noah sudah terbiasa dengan gaya
saya yang cukup perfeksionis. Dengan pribadi yang dimiliki Tiko, ia
bisa menunjukkan pada Noah bahwa hidup ini punya banyak warna. Saya
pun melihat bahwa dari koneksi ini, Noah bisa berkembang menjadi
pribadi yang tetap berambisi tapi lebih realistis dan santai ketika
dihadapkan pada tantangan hidup. Tiko bisa membuat kami tertawa
bersama, membawa rasa fun ke dalam hidup. Di waktu yang sama, ia tetap bisa mengapresiasi Ashraf
dan apa yang kami miliki dengan Ashraf.
Setelah Tiko melamar saya malam itu di Bali, kami langsung membicarakannya
dengan Noah. Tiko pun bertanya padanya, “ Are you okay with this? Kalau Om Tiko dengan Mommy mau menikah?”. Bisa dibilang, itu adalah momen
penentu. Bagaimana pun, keputusan tetap ada di Noah karena ia adalah
prioritas utama saya. Ternyata, ia sangat senang dan excited bahkan ia sempat minta izin untuk langsung menceritakan berita ini pada sahabat-sahabatnya.
Saat proses perencanaan pernikahan masuk ke tahap serius, Noah hanya pesan satu hal, “Don’t do ballroom wedding.” Jadi itu yang kami lakukan. Mulai dari Akad sampai resepsi, kami adakan di outdoor. Noah ingin pesta yang fun seru, dan tidak kaku.
 
Saya
sudah terbiasa dengan kritikan, tapi bukan berarti komentar negatif
yang jauh dari kebenaran bahkan menyudutkan, tidak menyakiti hati
saya.
 
The Wedding Fever
Bisa
dibilang proses persiapan pernikahan kami sangatlah cepat. Kami
memilih Bali karena waktu itu Tiko memang melamar saya di Bali.
Selain itu, sebenarnya ini adalah lokasi pernikahan yang sudah lama
saya impikan. Hati kami pun mantap untuk mengadakannya di Amankila
karena suasananya yang privat. Tempat ini sangat indah dan terletak
jauh dari tengah kota Bali yang ingar-bingar. Sudah lama memang saya
menginginkan pernikahan yang intim, hanya dikelilingi keluarga dan
teman-teman terdekat. Maklum, pernikahan pertama saya dibuat
besar-besaran sebanyak empat kali. Dua kali di Jakarta dan dua kali
di Kuala Lumpur. Pada pernikahan kedua ini, rasanya saya kembali
mendapat kesempatan untuk mewujudkan pernikahan impian versi Bunga
kecil dulu.
Mulai dari prosesi berjalan di tangga saat akad dengan konsep Jawa
kontemporer, proses akad nikah di atas kolam renang berlatar-belakang
laut, hingga resepsi malam dengan gaya Italian
wedding. Hari
itu, pernikahan impian saya jadi kenyataan. Semua tamu yang hadir pun
sudah saling kenal dan dekat seperti keluarga, jadi vibe-nya
memang terasa sangat intim dan sakral. Walau hanya sempat mengundang
segelintir teman dan kerabat, saya yakin bahwa teman-teman lainnya
akan tetap mendoakan yang terbaik.
Public’s Reaction
Sebagai figur publik, sebenarnya saya sudah terbiasa dengan kritikan, tapi bukan berarti
komentar negatif yang jauh dari kebenaran bahkan menyudutkan, tidak
menyakiti hati saya. Bagaimana pun, saya adalah manusia, apa pun
profesi saya. Banyak komentar yang justru berasal dari asumsi semata
atau mungkin pemberitaan yang tidak benar. Mulai dari soal makam yang
bersebelahan dengan Ashraf hingga ucapan “janji setia sehidup
semati” yang kabarnya saya ucapkan di samping makam.
Mungkin tidak semua orang tahu, di tengah duka yang mendalam, harus
kehilangan suami secara mendadak, ada banyak hal yang masih harus
saya urus, salah satunya adalah mengurus proses penguburan. Di momen
itu, saya memutuskan untuk menyiapkan makam bukan hanya untuk Ashraf,
tapi juga untuk saya. Tujuannya adalah agar saat “momen” saya
tiba nanti, saya bisa mengurangi beban keluarga yang ditinggalkan,
karena semua sudah dibereskan, dan tentunya untuk mempermudah Noah
berziarah ke makam kedua orang tuanya yang letaknya berdampingan.
Seperti Ashraf, saya hanya ingin dikuburkan “secepatnya” dan
“tidak merepotkan”.
Ketika Ashraf pergi, yang saya pikirkan adalah bagaimana caranya saya bisa
bernapas karena sepertinya berat sekali. Bagaimana saya bisa mengurus
Noah yang saat itu sedang shock karena kehilangan bapaknya dan bagaimana saya bisa menerima keadaan. Itulah
yang harus saya fokuskan, satu demi satu setiap hari. Saya tidak bisa
memikirkan apa-apa soal masa depan dan saya tidak mengucapkan janji
kepada siapa pun, apalagi soal janji sehidup semati.
Dalam wawancara, ketika ada yang bertanya soal percintaan dan keinginan
untuk menikah lagi, saya tidak pernah mengatakan bahwa tidak akan
menikah lagi. Saat itu saya hanya menjawab kalau sampai saat ini
belum terpikirkan, tapi saya membuka diri untuk berteman. Saya tidak
pernah tahu masa depan akan seperti apa dan saya ikhlas dengan apapun
rencana yang ditakdirkan Tuhan dalam hidup saya. Sampai akhirnya saya
bisa merasakan jatuh cinta lagi. Dan ketika saya memilih untuk
mencintai seseorang, bukan berarti saya tidak lagi mencintai Ashraf.
Sedih rasanya, saat momen pernikahan kemarin, ketika saya berhasil
menghadapi badai hidup, menjalani proses berduka hari demi hari,
sampai akhirnya diberi kesempatan untuk bertemu dengan orang yang
saya rasa bisa membawa kebahagiaan dalam hidup, justru mendapat
banyak tuduhan mengenai asumsi tidak benar. Apalagi ketika ada yang
menjadikan fitnah itu ke dalam bentuk memes yang
seolah mengolok-olok rasa duka saya dan segala proses berat yang
harus saya jalani sampai saya bisa bangkit kembali.
Hubungan pernikahan saya dan Ashraf dulu pun sebenarnya bukannya bebas dari
hujatan. Banyak yang bilang bahwa pernikahan kami tidak akan bertahan
lama, saya berutang demi membuat pesta pernikahan yang mewah, atau
ketika kami membuat pesta ulang tahun bersama teman-teman. Anehnya,
sekarang mereka menghujat hal yang sama pada Tiko, sambil
membandingkan dengan Ashraf, seolah-olah mereka tidak pernah
menghujat almarhum. Rasanya, apa pun yang saya buat, selalu ada
pro-kontra. Dari momen itulah, saya semakin paham bahwa tidak semua
kepala orang itu sama, tidak semua orang bisa mengerti atau pun mau
untuk
mengerti. Mungkin bagi mereka, itu adalah hal sepele. Tapi
sebenarnya, I
don’t deserve that. Walau
saya sudah belajar belasan tahun untuk menghadapi kritikan negatif,
bukan berarti ini adalah hal yang mudah. Hati saya tetap merasakan
sakit.
On a
brighter side, sebanyaknya
kritikan negatif yang saya dapat, saya yakin ada lebih banyak doa
dari keluarga, sahabat, kerabat, dan para fans
setia
yang ikut berbahagia dengan momen ini. Saya ingin mengucapkan terima
kasih yang paling dalam bagi kalian yang mengerti dan menghargai
keputusan pribadi saya untuk menikah lagi. Percayalah, ini bukan
keputusan mudah namun sudah melalui pertimbangan dan proses panjang.
Saya merasa bersyukur dan berterima kasih kepada keluarga Sinclair
yang bisa menerima Tiko dengan tangan terbuka. Begitu juga dengan
keluarga Tiko yang selalu hangat dan bisa membuka hatinya lebar-lebar
untuk keluarga Sinclair. Ini bukan hal yang mudah tapi ternyata bisa
dilakukan. Now,
we are one big happy family.
Hope for the Future
Menikah bukanlah tujuan akhir dalam kehidupan, melainkan awalan dari sesuatu
yang lebih besar. Dari pernikahan kedua ini, kami paham bahwa
tantangannya akan berbeda. Namun mudah-mudahan dengan pengalaman yang
pernah kami lalui, kami bisa melakukan hal terbaik untuk saat ini.
Ditanya soal harapan, jawaban saya cukup simpel. Saya ingin bisa bertumbuh
dan menua bersama Tiko. Kami sama-sama punya mimpi pribadi yang ingin
diraih tapi kami juga ingin berkembang bersama. Dalam segala
tantangan kehidupan yang ada saat ini atau pun yang akan datang
kelak, harapannya kami bisa sama-sama berjuang untuk menghadapinya.
Kami berdua punya trauma masa lalu yang berbeda. Namun berkat
pengalaman hidup itu, semoga kami bisa melangkah ke depan dengan
lebih bijak dan terus menjaga agar cinta ini tetap hangat.
Bagi Noah, saya ingin ia bisa hidup dengan bahagia walau mungkin
situasinya tidak seperti orang kebanyakan. Dari kecil sudah harus
menghadapi banyak reaksi publik serta media dan wartawan. Tapi saya
ingin ia bisa menjalani kehidupannya secara normal dan kehilangan
Bapak tidak menjadikan Noah sebagai orang yang kekurangan. Saya
sangat berharap Noah sadar bahwa he is enough dan
kehadiran Tiko dalam hidupnya bisa menambah kebahagiaan itu. Sama
seperti apa yang saya rasakan saat bersama Tiko. I feel that I can be my true self when I’m with him and that is what’s important for me.